Konsep Dasar Tes Psikologi

Minggu, 16 Maret 2014




Psikologi kelas B #2
 

Secara tradisional, fungsi tes-tes psikologi adalah untuk mengukur perbedaan antara individu atau perbedaan reaksi individu terhadap situasi yang sama. Salah satu masalah awal yang mendorong pertumbuhan tes psikologis adalah identifikasi orang-orang yang tebelakang mental. Penerapan tes psikologis yang nyata dapat ditemukan dalam seleksi dan klasifikasi personel militer. Diawali dengan tes sederhana dalam Perang Dunia I, lingkup dan ragam tes-tes psikologis yang digunakan dalamsituasi militer terus berkembang dengan luar biasa selama Perang Dunia II. Berikutnya, penelitian untuk perkembangan tes terus berlanjut dalam ukuran besar disemua cabang angkatan bersenjata.
Apa tes psikologis itu???
Sampel perilaku
Tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Tes-tes psikologis mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu lainnya, observasi dibuat atas sampel yang kecil namun dipilih secara hati-hati atas perilaku individu. Psikolog berperan dengan cara yang sama seperti ahli biokimia yang melakukan tes darah pasien dengan menganalisis satu sampel atau lebih.

Standarisasi
Standarisasi menyiratkan keseragaman cara penyelenggaraan dan penskoran tes. Jika skor yang diperoleh dari beberapa sampel bisa dibandingkan, maka alat tes dan kondisi-kondisi tes jelas harus sama. Standarisai menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu, instruksi lisan, demonstrasi awal, dan bagaimana cara menjawab pertanyaan dari peserta tes.  Dalam standarisasi tes penting juga untuk penetapan norma-norma.

Pengukuran kesulitan yang objektif
 Penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor adalah objektif sejauh skor-skor tak tergantung pada penilaian subjektif penguji tertentu. Peserta tes harus secara teoritis memperoleh skor yang sama pada tes terlepas dari siapa pengujinya. Namun tidak selalu demikian situasinya karena standarisasi dan objektifitas yang sempurna tidak didapatkan dalam praktek.

Keandalan
Istilah “keandalan” pada dasarnya adalah konsistensi. Keandalan tes adalah konsistensi skor-skor yang didapat oleh orang-orang yang sama ketika dites ulang dengan tes yang sama atau dengan tes yang ekuivalen dengan tes sebelumnya. Sebelum tes psikologi itu digunakan untuk dipublikasikan dan digunakn secara umum, pemeriksaan yang mendalam dan objektif tentang keandalannya harus dilakukan.

Validitas
Tak diragukan lagi bahwa pertanyaan paling penting yang harus diajukan tentang tes psikologi manapun menyangkut validitasnya, sejauh mana tes itu berhasil mengukur apa yang memang hendak diukurnya. Penentuan validitas biasanya memerlukan kriteria independen dan eksternal tentang apapun yang menjadi sasaran pengukuran. Tes kejujuran misalnya dapat divalidasikan dengan terhadap sukses dalam pekerjaan dari kelompok percobaan pegawai baru. Validitas memberi tahu kita apa yang diukur oleh tes itu.

Syarat-syarat penyelenggaraan tes
Persiapan sebelumnya bagi para penguji
Dalam tes tidak boleh terjadi hal darurat yang tidak dipersiapkan. Harus dilakukan usaha dan meramalkan agar tidak terjadi hal-hal yang darurat.

 Kondisi-kondisi tes
Yang juga harus diperhatikan adalah kondisi tes. Bagaimana keadaan ruangan-ruangan tes, bebas dari suara bising, memiliki pencahayaan yang cukup, dan menempelkan tanda di pintu masuk bahwa kegiatan tes sedang berlangsung. Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa mempengaruhi hasil skor tes. Bahkan aspek-aspek situasi tes yang dianggap sepele dan tidak penting bisa amat mempengaruhi kinerja orang yang dites.

Pemahaman dan orientasi peserta tes
Dalam tes-tes bakat sasarannya adalah konsentrasi penuh pada tugas yang diberikan. Dalam tes kepribadian sasarannya adalah menghendaki peserta tes memberikan respon yang jelas dan jujur dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. 


sumber:  Anastasi Anne, Urbina Susana., 2007. Tes Psikologi Edisi Ketujuh . Jakarta: PT Indeks. 
 

2 komentar :

Unknown mengatakan...

Sering dipertanyakan tentang kedisiplinan pada mahasiswa. Padahal sudah mahasiswa tetapi kenapa tingkat kedisiplinan malah menurun, dibandingkan dengan pada saat masa-masa SD, SMP, SMA yang kebiasaannya datang tepat waktu sebelum jam pelajaran dimulai. Apa yang menyebabkan demikian ??? bagi para mahasiswa mari kita introspeksi diri
Menurut teori kepribadian
Bagaimana Erich Fromm melihat kepribadian, ia mengatakan bahwa kepribadian berkembang sesuai kesempatan yang diberikan. Mungkin mahasiswa disini melihat kesempatan itu, bahwa kalo dia telat tidak ada reaksi apapun dari dosen atau teman-temannya maka dia santai saja untuk melakukan hal itu berulang-ulang.
Menurut teori belajar
Teori belajar Skinner yang biasa dikenal dengan operant conditioning dimana adanya reward dan punishment. Ketika kita masih SD kita takut telat karena adanya guru yang mengawasi atau BP karena kalau telat pasti akan dihukum makanya ketika SD berusaha untuk tidak telat. Ketika telah mahasiswa perlahan-lahan kebiasaan itu hilang, karena ketika mahasiswa tidak ada lagi yang namanya guru BP. Tidak adanya lagi proses reward dan punishment seolah-olah mereka bebas melakukan apa saja sesuai yang mereka mau. Seharusnya ketika mahasiswa karena sudah dewasa harus bisa mengatur dirinya sendiri tanpa harus takut karena adanya hukuman.
Menurut Bandura juga ada nya proses modelling. Mahasiswa yang biasanya tidak telat bisa saja telat karena melihat mahasiswa lain yang telat. Contoh ketika pelajaran X siswa A datang telat tetapi dosen bersikap biasa saja, bisa jadi mahasiswa B yang melihat kejadian itu mengikuti “oohh dia telat dosen biasa aja tuh berati besok-besok gue telat juga ga masalah dong”.

Unknown mengatakan...

di fakultas psikologi UP biasanya mahasiswa dan dosen membuat kesepakatan jika telat dalam 30 menit maka diperbolehkan masuk tapi tidak di absen. semoga ini bisa membuat para mahasiswa fakultas psikologi jera untuk tidak telat hehe..
karena kalo tidak di absen sampai 3x tidak akan diikutkan ujian

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.