Psikologi kelas B #2
Secara tradisional, fungsi
tes-tes psikologi adalah untuk mengukur perbedaan antara individu atau
perbedaan reaksi individu terhadap situasi yang sama. Salah satu masalah awal
yang mendorong pertumbuhan tes psikologis adalah identifikasi orang-orang yang
tebelakang mental. Penerapan tes psikologis yang nyata dapat ditemukan dalam
seleksi dan klasifikasi personel militer. Diawali dengan tes sederhana dalam Perang
Dunia I, lingkup dan ragam tes-tes psikologis yang digunakan dalamsituasi
militer terus berkembang dengan luar biasa selama Perang Dunia II. Berikutnya,
penelitian untuk perkembangan tes terus berlanjut dalam ukuran besar disemua
cabang angkatan bersenjata.
Apa
tes psikologis itu???
Sampel
perilaku
Tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur
yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Tes-tes psikologis
mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu lainnya, observasi dibuat atas sampel yang
kecil namun dipilih secara hati-hati atas perilaku individu. Psikolog berperan
dengan cara yang sama seperti ahli biokimia yang melakukan tes darah pasien
dengan menganalisis satu sampel atau lebih.
Standarisasi
Standarisasi menyiratkan keseragaman cara
penyelenggaraan dan penskoran tes. Jika skor yang diperoleh dari beberapa
sampel bisa dibandingkan, maka alat tes dan kondisi-kondisi tes jelas harus
sama. Standarisai menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu,
instruksi lisan, demonstrasi awal, dan bagaimana cara menjawab pertanyaan dari
peserta tes. Dalam standarisasi tes
penting juga untuk penetapan norma-norma.
Pengukuran kesulitan yang objektif
Penyelenggaraan,
penilaian, dan interpretasi skor adalah objektif sejauh skor-skor tak tergantung
pada penilaian subjektif penguji tertentu. Peserta tes harus secara teoritis
memperoleh skor yang sama pada tes terlepas dari siapa pengujinya. Namun tidak
selalu demikian situasinya karena standarisasi dan objektifitas yang sempurna
tidak didapatkan dalam praktek.
Keandalan
Istilah “keandalan” pada dasarnya adalah
konsistensi. Keandalan tes adalah konsistensi skor-skor yang didapat oleh
orang-orang yang sama ketika dites ulang dengan tes yang sama atau dengan tes
yang ekuivalen dengan tes sebelumnya. Sebelum tes psikologi itu digunakan untuk
dipublikasikan dan digunakn secara umum, pemeriksaan yang mendalam dan objektif
tentang keandalannya harus dilakukan.
Validitas
Tak diragukan lagi bahwa pertanyaan paling
penting yang harus diajukan tentang tes psikologi manapun menyangkut
validitasnya, sejauh mana tes itu berhasil mengukur apa yang memang hendak
diukurnya. Penentuan validitas biasanya memerlukan kriteria independen dan
eksternal tentang apapun yang menjadi sasaran pengukuran. Tes kejujuran
misalnya dapat divalidasikan dengan terhadap sukses dalam pekerjaan dari
kelompok percobaan pegawai baru. Validitas memberi tahu kita apa yang diukur
oleh tes itu.
Syarat-syarat penyelenggaraan tes
Persiapan
sebelumnya bagi para penguji
Dalam tes tidak boleh terjadi hal darurat
yang tidak dipersiapkan. Harus dilakukan usaha dan meramalkan agar tidak
terjadi hal-hal yang darurat.
Kondisi-kondisi tes
Yang juga harus diperhatikan adalah kondisi
tes. Bagaimana keadaan ruangan-ruangan tes, bebas dari suara bising, memiliki
pencahayaan yang cukup, dan menempelkan tanda di pintu masuk bahwa kegiatan tes
sedang berlangsung. Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa
mempengaruhi hasil skor tes. Bahkan aspek-aspek situasi tes yang dianggap
sepele dan tidak penting bisa amat mempengaruhi kinerja orang yang dites.
Pemahaman dan orientasi peserta tes
Dalam tes-tes bakat sasarannya adalah
konsentrasi penuh pada tugas yang diberikan. Dalam tes kepribadian sasarannya
adalah menghendaki peserta tes memberikan respon yang jelas dan jujur dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan.
sumber: Anastasi Anne, Urbina
Susana., 2007. Tes Psikologi Edisi Ketujuh . Jakarta: PT
Indeks.
2 komentar :
Sering dipertanyakan tentang kedisiplinan pada mahasiswa. Padahal sudah mahasiswa tetapi kenapa tingkat kedisiplinan malah menurun, dibandingkan dengan pada saat masa-masa SD, SMP, SMA yang kebiasaannya datang tepat waktu sebelum jam pelajaran dimulai. Apa yang menyebabkan demikian ??? bagi para mahasiswa mari kita introspeksi diri
Menurut teori kepribadian
Bagaimana Erich Fromm melihat kepribadian, ia mengatakan bahwa kepribadian berkembang sesuai kesempatan yang diberikan. Mungkin mahasiswa disini melihat kesempatan itu, bahwa kalo dia telat tidak ada reaksi apapun dari dosen atau teman-temannya maka dia santai saja untuk melakukan hal itu berulang-ulang.
Menurut teori belajar
Teori belajar Skinner yang biasa dikenal dengan operant conditioning dimana adanya reward dan punishment. Ketika kita masih SD kita takut telat karena adanya guru yang mengawasi atau BP karena kalau telat pasti akan dihukum makanya ketika SD berusaha untuk tidak telat. Ketika telah mahasiswa perlahan-lahan kebiasaan itu hilang, karena ketika mahasiswa tidak ada lagi yang namanya guru BP. Tidak adanya lagi proses reward dan punishment seolah-olah mereka bebas melakukan apa saja sesuai yang mereka mau. Seharusnya ketika mahasiswa karena sudah dewasa harus bisa mengatur dirinya sendiri tanpa harus takut karena adanya hukuman.
Menurut Bandura juga ada nya proses modelling. Mahasiswa yang biasanya tidak telat bisa saja telat karena melihat mahasiswa lain yang telat. Contoh ketika pelajaran X siswa A datang telat tetapi dosen bersikap biasa saja, bisa jadi mahasiswa B yang melihat kejadian itu mengikuti “oohh dia telat dosen biasa aja tuh berati besok-besok gue telat juga ga masalah dong”.
di fakultas psikologi UP biasanya mahasiswa dan dosen membuat kesepakatan jika telat dalam 30 menit maka diperbolehkan masuk tapi tidak di absen. semoga ini bisa membuat para mahasiswa fakultas psikologi jera untuk tidak telat hehe..
karena kalo tidak di absen sampai 3x tidak akan diikutkan ujian
Posting Komentar